Pemilu Sebagai Sarana Pelembagaan Kedaulatan Rakyat 

Oleh : Raja Husain

(Mahasiswa Hukum Bisnis UNM)

Konsep negara hukum (Rechtsstaat) merupakan konsep yang menghendaki adanya pembatasan dan pembagian terhadap kekuasaan lembaga-lembaga negara dalam pelaksanaan kekuasaan negara. Pembagian dan pembatasan kekuasaan lembaga-lembaga negara merupakan bagian penting untuk diterapkan dalam rangka menjamin agar pelaku kekuasaan negara tidak bertindak secara sewenang-wenang dan korup. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Lord Acton, bahwa kekuasaan yang cenderung lama pasti akan melakukan penyalahgunaan terhadap kekuasaannya. 

Dengan pertimbangan utama untuk menghindari penyalahgunaan terhadap kekuasaan negara, maka sangat penting untuk mengatur pembagian dan pembatasan tersebut ke dalam konstitusi (the limited state). Konstitusi sebagai hukum tertinggi (Staatgrundgezet) harus difungsikan sebagai instrumen utama untuk mengatur tiga hal penting, yaitu: (a) menentukan pembatasan kekuasaan lembaga-lembaga negara, (b) mengatur hubungan antara lembaga yang satu dengan lembaga negara yang lain, dan (c) mengatur hubungan antara lembaga-lembaga negara dengan warga negara. eecara teori, praktik pembagian dan pembatasan kekuasaan negara merujuk pada teori trias politica yang di gagas oleh Baron de Montesquieu. Dalam teorinya, Montesquieu melakukan pembagian kekuasaan ke dalam tiga cabang, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Masing-masing cabang kekuasaan tersebut mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda-beda. Legislatif difungsikan sebagai cabang kekuasaan yang membentuk aturan, eksekutif difungsikan sebagai cabang kekuasaan yang menjalankan aturan, dan yudikatif difungsikan sebagai cabang kekuasaan yang mengawasi pelaksanaan aturan.

Internalisasi pembatasan dan pembagian kekuasaan ke dalam konstitusi merupakan esensi dari prinsip konstitusionalisme. Prinsip Konstitusionalisme dalam praktiknya harus dibangun dan ditegakkan bersamaan dengan prinsip-prinsip negara  hukum.  Menurut  Jimly Asshiddiqie,  prinsip  dasar  negara  hukum

diwujudkan ke dalam dua hal, yaitu perlindungan serta pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan pengaturan mekanisme pemilihan wakil rakyat dan jabatan-jabatan publik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.

Salah satu hak dasar warga negara yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh negara adalah hak untuk memilih dan dipilih. Mekanisme yang dapat ditempuh dalam pemenuhan hak tersebut adalah melalui pemilihan umum. Pemilihan umum yang dilaksanakan untuk mengisi jabatan-jabatan publik sebagai bentuk perwujudan kedaulatan rakyat dan sekaligus sebagai basis legitimasi terhadap kekuasaan harus di dasarkan pada prinsip konstitusionalisme. 

Penguatan prinsip konstitusionalisme dalam penyelenggaraan pemilihan umum menjadi penting untuk menghindari intervensi kekuasaan terhadap proses penyelenggaraan pemilihan umum.

Indonesia sendiri secara konstitusional telah menyatakan diri sebagai negara hukum yang demokratis. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (2) yang menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Kemudian dipertegas pada Ayat (3) bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Ketentuan- ketentuan tersebut mengandung kedalaman makna bahwa konsep negara demokrasi dan nomokrasi menjadi tiang utama dalam basis penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia.

Sebagai sebuah negara hukum yang demokratis, Indonesia juga telah mengatur mekanisme dalam pengisian jabatan-jabatan publik yang ada di beberapa lembaga negara sebagai bentuk perwujudan kedaulatan rakyat, mekanisme tersebut diselenggarakan melalui pemilihan umum. Pengaturan mengenai pemilihan umum secara konstitusional termuat dalam ketentuan UUD NRI Tahun 1945 pada Pasal 22E yang menyatakan bahwa:

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang- undang.

Sebagai pesta demokrasi yang dilaksanakan untuk menyalurkan kedaulatan rakyat menjadi sebuah basis legitimasi kekuasaan, pemilihan umum di Indonesia sudah seharusnya dilaksanakan dan didasarkan pada prinsip konstitusionalisme. Penguatan prinsip konstitusionalisme dalam penyelenggaraan pemilihan umum merupakan upaya untuk mencegah agar cabang-cabang kekuasaan tidak melakukan intervensi terhadap proses penyelenggaraan pemilihan umum. Dalam pelaksanaannya, ada tiga lembaga yang diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan pemilihan umum, yaitu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Lembaga-lembaga tersebut secara konstitusional bersifat nasional, tetap,dan mandiri

Pos terkait

banner 300600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *